JAMBI, Pesisirtimur.com – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi akan menggelar konferensi pers terkait kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan seorang pria terhadap adik kandungnya hingga menyebabkan korban hamil dua bulan
Pelaku berinisial AJ (21) ditangkap aparat kepolisian setelah diduga melakukan kekerasan seksual terhadap adik kandungnya hingga menyebabkan korban hamil.
Pelaku diamankan di kawasan Simpang Kawat, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, pada Sabtu (1/2/2025) sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu, AJ berusaha melarikan diri ke Batam menggunakan travel jurusan Tungkal.
Penangkapan dilakukan setelah polisi menerima laporan sehari sebelumnya. Petugas yang mendapat informasi segera menuju loket travel di Simpang Kawat. Ketika hendak naik ke dalam mobil, pelaku langsung diamankan dan dibawa ke Polda Jambi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jambi, Kombes Pol Manang Soebeti, mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada Desember 2024. Saat itu, korban tertidur di ruang tamu sekitar pukul 02.00 WIB.
“Pelaku membekap dan mencekik korban sembari mengancam akan membunuhnya jika berteriak,” ujar Manang, Senin (3/2/2025).
Setelah melancarkan aksinya, pelaku meninggalkan korban dan kembali ke kamarnya. Pada 16 Januari 2025, AJ kembali mencoba melakukan tindakan serupa, namun gagal karena korban berhasil berteriak meminta pertolongan.
Hasil penyelidikan mengungkap bahwa pelaku dalam keadaan mabuk akibat mengonsumsi minuman keras jenis tuak saat melakukan aksinya.
Saat ini, korban mendapatkan pendampingan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Jambi. Selain itu, tim medis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jambi turut dilibatkan untuk memastikan kondisi kesehatan korban dan janinnya.
“Karena hubungan sedarah memiliki risiko tinggi bagi korban maupun janin, kami akan melakukan asesmen dan tindakan medis yang diperlukan sesuai prosedur hukum,” jelas Manang.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara. (Red)
Discussion about this post