JAKARTA, Pesisirtimur.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meresmikan perdagangan internasional perdana unit karbon Indonesia melalui platform Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon).
Acara yang berlangsung di Main Hall BEI, Jakarta, pada Senin (20/1), ini menandai tonggak sejarah baru dalam upaya Indonesia memimpin perdagangan karbon global.
Peresmian ini dihadiri sejumlah pejabat tinggi, termasuk Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Direktur Utama BEI Iman Rachman, serta sejumlah perwakilan dari kementerian, lembaga, dunia usaha, dan negara sahabat.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa langkah ini menunjukkan kesiapan Indonesia menjalankan perdagangan karbon luar negeri yang berlandaskan prinsip transparansi dan integritas.
“Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) yang dihasilkan Indonesia dijamin memiliki kualitas tinggi dan telah memenuhi persyaratan internasional,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengapresiasi langkah cepat pemerintah dalam memfasilitasi perdagangan karbon ini.
“Inisiatif ini menggarisbawahi komitmen kuat Indonesia untuk memajukan perannya di pasar karbon global, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkap Mahendra.
Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, IDXCarbon mencatat perkembangan signifikan. Hingga akhir 2024, jumlah partisipan terdaftar meningkat dari 16 menjadi 100, dengan total perdagangan mencapai satu juta ton unit karbon.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menjelaskan bahwa sistem perdagangan IDXCarbon mengadopsi praktik terbaik dunia.
“Sistem kami memungkinkan perdagangan kuota emisi dan kredit karbon dalam satu platform. Perdagangan internasional perdana ini membuktikan kesiapan IDXCarbon untuk mendukung perdagangan karbon domestik dan internasional,” jelasnya.
Langkah ini juga menjadi bagian dari komitmen Indonesia setelah COP 29 dan implementasi Artikel 6 Perjanjian Paris. Pemerintah menargetkan percepatan Nationally Determined Contribution (NDC) kedua yang harus diserahkan pada Februari 2025.
Untuk mendukung ekosistem karbon yang inklusif, pemerintah memperkuat sistem registrasi, pelaporan, sertifikasi emisi, dan otorisasi perdagangan karbon guna menghindari masalah seperti double accounting dan double claim.
Indonesia telah mengotorisasi 1.780.000 ton CO2e dari sektor energi, mencakup proyek seperti PLTGU Priok, PLTGU Grati, PLTGU PJB Muara Karang, serta PLTM Gunung Wugul. Sertifikat dari proyek-proyek ini dipastikan memiliki otoritas yang sah sesuai dengan standar internasional.
Perdagangan karbon luar negeri ini membutuhkan kerja sama lintas sektor, melibatkan pemerintah, dunia usaha, lembaga keuangan, dan masyarakat internasional.
“Ini adalah aksi kolektif yang memerlukan sinergi dari seluruh pihak,” tegas Hanif Faisol Nurofiq.
Dengan langkah strategis ini, Indonesia tidak hanya memimpin di pasar karbon global, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung upaya global melawan perubahan iklim. (Humas OJK Jambi)
Discussion about this post